Koneksi Antar Materi - Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran
“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Bob Talbert
Pratap Triloka adalah sebuah filosofi pendidikan yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara. Patrap Triloka itu sendiri terdiri atas tiga semboyan yang sampai saat ini menjadi panutan di dunia pendidikan Indonesia, yakni: Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Umumnya semboyan tersebut diterjemahkan menjadi “di depan memberi teladan”, “di tengah membangun motivasi”, dan “di belakang memberikan dukungan”.
Pandangan Ki Hadjar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka ini memiliki pengaruh terhadap bagaimana seorang pemimpin pembelajaran sebaiknya mengambil keputusan. Pratap Triloka ini menjadi dasar bagi seorang pemimpin pembelajaran untuk selalu melandaskan pengambilan setiap keputusannya yang memberi dampak berpihak pada murid itu sendiri.
Dalam kerangka pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, pratap triloka tersebut dapat dimaknai sebagai berikut:
- Ing ngarso sung tuladha. Sangat tepat jika seorang pemimpin pembelajaran menjadi teladan dalam setiap lakunya, khususnya dalam pengambilan keputusan. Seorang pemimpin pembelajaran yang berhasil mengambil keputusan yang tepat akan menjadikannya sebagai teladan atau contoh orang yang berlaku arif, bijaksana, dan bertanggung jawab atas keputusan yang sudah diambil. Seorang pemimpin pembelajaran harus tanpa henti belajar mengasah ketrampilannya dalam pengambilan keputusan yang memberi dampak baik bagi muridnya.
- Ing madya mangun karsa. Seorang pemimpin pembelajaran harus mampu mengambil keputusan yang sifatnya memotivasi murid. Keputusan yang diambil haruslah mampu membuat murid memiliki motivasi intrinsik untuk belajar.
- Tut wuri handayani. Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran harus memberi ruang dan kepercayaan kepada murid. Melalui keputusan yang diambil, murid haruslah bebas dari perasaan dihakimi.
Dalam pengambilan dan pengujian keputusan, guru harus mampu mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya. Keputusan yang diambil harus dipertimbangkan dengan kesadaran penuh, dalam keadaan tenang dan fokus, tidak tergesa-gesa dan membuat orang lain juga merasa nyaman dengan keputusan yang diambilnya. Dalam konteks pengambilan keputusan, ketrampilan sosial emosional mengambil peran sebagai berikut:
- Kesadaran Diri. Dengan menjadi sadar diri, guru mampu memantau emosi diri sendiri, mengenali reaksi emosional yang berbeda-beda, dan kemudian dapat mengidentifikasi dengan benar setiap emosi tertentu. Ketrampilan ini membantu guru untuk mengambil dan menguji keputusan yang diambil.
- Pengelolaan Diri. Seseorang yang terampil dalam pengelolaan diri cenderung fleksibel dan beradaptasi dengan baik terhadap perubahan. Selain itu, ia juga pandai mengelola konflik dan meredakan situasi tegang. Pengelolaan diri ini penting dimiliki saat berada di dalam situasi pengambilan keputusan.
- Kesadaran Sosial (Empati). Keterampilan ini memampukan guru berinteraksi dengan baik dengan orang lain. Keterampilan ini memungkinkan guru untuk membangun hubungan yang bermakna dan mengembangkan pemahaman yang lebih kuat tentang diri sendiri maupun tentang orang lain. Keterampilan sosial termasuk mendengarkan secara aktif, berkomunikasi secara asertif, memiliki jiwa kepemimpinan, dan persuasif. Keterampilan untuk memposisikan diri untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain sangat penting dalam pengambilan keputusan.
- Ketrampilan Relasi. Dalam mengambil keputusan seorang guru harus mampu melihat dari berbagai sudut pandang, mempertimbangkan kosnekuanesi yang mungkin muncul dari setiap pilihan. Untuk itu, dalam pengambilan keputusan, guru perlu meminta kerjasama dengan rekannya.
- Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab. Dalam pengambilan keputusan, seorang guru harus mampu melakukan refleksi atau evaluasi terkait keputusan yang sudah diambil untuk menjadi pelajaran bagi kasus-kasus berikutnya.
Dalam melaksanakan perannya sebagi guru, guru sering dihadapkan pada situasi yang mengandung masalah moral dan etika. Untuk membedakan kedua hal ini, tentu seorang guru dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Selanjutnya untuk melihat nilai-nilai yang bertentangan (benar lawan benar), tentu kembali pada nilai-nilai yang dianut oleh guru itu sendiri.
Pengambilan keputusan yang tepat tentu berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Hal itu dapat dilakukan dengan selalu mempertimpangkan dampak pengambilan keputusan kepada kebutuhan murid. Pengambilan keputusan yang berpihak pada murid akan menciptakan lingkungan yang positif, kondusif dan nyaman.
Untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dimea etika ini, saya mungkin akan mendapatkan kesulitan di lingkungan saya. Hal ini berhubungan dengan paradigma yang belum berubah secara menyeluruh di lingkungan saya. Belum semua pengambil keputusan mampu mengambil keputusan yang berpihak pada murid sehingga keputusan itu masih sering dilandaskan pada apa yang dianggap benar, padahal belum tentu keputusan itu memberi dampak positif bagi murid.
Kesimpulan akhir yang dapat saya tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya adalah:
- Sebagai guru yang merupakan pemimpin pembelajaran bagi murid dan penggerak komunitas praktisi di lingkungan sekolah maka diharapkan mampu memiliki sikap among berdasarkan Pratap Triloka yang dapat membantu murid dalam tumbuh kembang dan menjadi modelling bagi lingkungannya.
- Kemampuan guru dalam pengambilan keputusan didukung oleh kemampuannya dalam melaksanakan coaching, sehingga pengambilan keputusan yang diperoleh memberikan dampak positif bagi murid dan sekolah.
No comments:
Post a Comment